Rabu, 15 Januari 2014

Refleksi 2013 dan Proyeksi 2014; “Politik Etalase dan Rapuhnya Kedaulatan Ekonomi Bangsa”


A. Makro Ekonomi Global: Perlambatan pertumbuhan The Emerging Economy Countries
Krisis ekonomi global sejak 2008 hingga 2013 telah memberikan gelombang perubahan yang signifikan terhadap situasi perekonomian global. Kejatuhan ekonomi di Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengubah poros pertumbuhan ekonomi dunia ke Negara-negara di Asia. Asia telah menjadi mesin pertumbuhan dunia, terlebih dengan kebangkitan BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa). Tingginya angka pertumbuhan ekonomi di negara-negara Emerging Economy, khususnya China, India, dan Indonesia, telah menjadi sasaran investasi dan membanjirnya modal asing. Grafik perbandingan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang maju di dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Persentase Pertumbuhan Negara Maju dan Berkembang Sepanjang 2010-2012

Sumber: Pusat Pengelolaan Pengetahuan IGJ (2013) diolah dari The Conference Board Global Economic Outlook, November 2013

Namun, situasi berbalik ketika memasuki 2013. Ketika Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan pengurangan stimulus moneter di awal Juni 2013, terjadi turbulensi ekonomi di negara-negara berkembang seperti India, Indonesia, dan China, sehingga tertular perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena adanya penarikan secara besar-besaran dana asing sehingga berdampak terhadap penguatan nilai tukar mata uang terhadap dollar AS.

 Gambar 2. Persentase Pertumbuhan Ekonomi BRICS May – November 2013










Sumber: Pusat Pengelolaan Pengetahuan  IGJ (2013) diolah dari Laporan OECD Economic Outlook 2013

Perlambatan pertumbuhan tersebut ditandai dengan penurunan permintaan domestik, khususnya di BRICS kecuali China. Sedang berdasarkan laporan OECD, penurunan permintaan tersebut berdampak signifikan terhadap perekonomian global, khususnya di negara maju. Buktinya, setiap penurunan permintaan sebesar 2 persen akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan GDP sebesar 0,4 persen. Perlambatan ini bisa dilihat dari pertumbuhan impor di negara ekonomi berkembang di sepanjang 2013 dibandingkan 2012.

Gambar 3. Grafik Ekspor 2012-2013










Sumber: Pusat Pengelolaan Pengetahuan IGJ (2013) diolah dari UNCTAD-WTO Trade Statistic.

B. Ambruknya Sektor Pemerintahan dan Darurat Ekonomi Nasional

APBN tampaknya akan menerima hantaman yang besar dari krisis global. Pertama, disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah dan oil produk yang akan membengkakkan pengeluaran subsidi dalam APBN.

Kedua, merosotnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar yang akan melipatgandakan utang luar negeri, bunga utang dan cicilan utang pokok pemerintah. Kedua hal ini akan menjadi sumber penyebab utama yang akan menghantam sector keuangan pemerintah dalam 2014.
Pemicu utamanya adalah pembengkakan subsidi energi yakni subsidi BBM dan listrik. Belanja subsidi energi di RAPBN 2014 melonjak Rp 44,1 triliun, dari Rp 284,7 triliun menjadi Rp 328,7 triliun. Selain itu pemicu yang lebih keras adalah membengkaknya nilai utang luar negeri pemerintah akibat merosotnya rupiah. Untuk menutup pengeluaran APBN yang semakin besar untuk membayar bunga utang dan cicilan utang pokok pemerintah terus mengakumulasi utang luar negeri dan dalam negeri.
Padahal data Bank Indonesia menunjukkan posisi surat utang negara sampai dengan Oktober 2013 mencapai   915,175  triliun rupiah.  Sementara Posisi utang luar negeri pemerintah  USD 123,212  miliar. Dengan demikian pada tingkat kurs 12.000 maka total utang pemerintah secara keseluruhan adalah  1.478,544 triliun utang luar negeri +  915,175 triliun utang dalam negeri. Sehingga utang pemerintah keseluruhan adalah  2.393,719 triliun.

Sebagaimana diberitakan, rencana utang pemerintah pusat pada 2014 mencapai  345 triliun. Senilai  205 triliun ditarik melalui penerbitan surat berharga negara guna menutup defisit fiskal 2014. Sisanya sekitar  140 triliun adalah utang untuk melunasi utang-lama yang jatuh tempo. Cara pemerintah mengatasi masalah dengan menumpuk utang akan semakin menambah masalah perekonomian dimasa yang akan datang: memperburuk fundamental ekonomi dan meningkatkan kerentanan nilai tukar. Hal paling membahayakan adalah negara akan semakin tenggelam dalam cenkraman bangsa lain oleh beban utang luar dan dalam negeri.

Indonesia terus mengalami deficit perdagangan sepanjang 2013. Deficit kembali terjadi dalam bulan oktober senilai USD 1,89 miliar. Sepanjang Januari Oktober defisit mencapai 6,36 miliar USD (Kementrian Perdagagan RI). Defisit perdagangan sepanjang Januari-Oktober sebagian besar disumbangan oleh impor migas sebesar USD 37,11 dibanding ekspor USD 26,47 atau mengalami defisit senilai USD  - 10,64 miliar. Defisit transaksi berjalan sepanjang Januari–Oktober mencapai USD  -24,276 miliar, sedangkan defisit neraca pembayaran mencapai  USD -11,212 miliar.

Data Bank Indonesia menunjukkan Utang Luar Negeri pemerintah sampai dengan kwartal III (Oktober 2013) senilai USD 123,212  miliar dan posisi Utang Luar Negeri swasta USD 136,655 miliar. Total utang luar negeri pemerintah dan swasta mencapai USD 259,867 miliar. Dengan demikian secara keseluruhan utang luar negeri pemerintah dan swasta dalam rupiah mencapai  3.118,404 trliun. Kondisi ini berimplikasi terhadap Pembiayaan pokok dan bunga  pemerintah USD 1.283 miliar. Pembiayaan pokok dan bunga swasta pada kwartal III senilai USD 30.223 miliar. Total pembiayaan pokok dan bunga pemerintah dan swasta pada kwartal III 2013 mencapai USD 31.506 miliar.

C. Agenda Internasional: Peningkatan Liberalisasi Perdagangan dan Investasi

Celakanya, dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi tersebut diatas, strategi liberalisasi perdagangan dan investasi justru masih terus digalakkan. Olehnya sepanjang 2013, berbagai inisaitif liberalisasi pada tingkat regional maupun internasional dijalankan melalui peningkatan global supply chain dan fasilitasi perdagangan.

Setidaknya, ada 3 momentum internasional yang digunakan untuk mendorong tercapainya agenda tersebut di 2013, masing-masing: G-20, APEC, dan World Trade Organization.

G-20
APEC
WTO
      Fiscal Sustainability untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan
      Structural Reform : Long term Financing Investment: Infrastruktur dan SMEs, Financial inclusion, financial education. 
      Memperkuat sistem perdagangan multilateral di WTO.
      Mencapai pertumbuhan ekonomi global melalui fiscal sustainability
      Mendorong pembukaan pasar dengan mendukung multilateral trading system dan meningkatkan investasi dan perdagangan
      Fasilitasi investasi untuk infrastruktur dan  memperkuat sektor swasta. 
     Paket Bali yang terdiri dari  Trade Facilitation, LDCs, Agriculture
     Perjanjian Trade Facilitation akan memfasilitasi perdagangan dan investasi, yang kemudian bersifat legally binding bagi seluruh anggota WTO.

Di penghujung 2013, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri IX WTO. Terdapat 3 rumusan dasar yang disepakati dalam KTM yang memberi konsekuensi buruk bagi Indonesia dan warga dunia, sebagai berikut: trade facilitation yang memberikan komitmen tinggi terhadap kemudahan arus barang dari negara-negara maju ke negara berkembang dan miskin.

Berikutnya agriculture yang memberi konsekuensi langsung terhadap hilangnya kedaulatan negara berkembang untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menyusun strategi kedaulatan pangannya dalam jangka panjang. Terakhir, LDC’s packet. Disini, negara-negara miskin mendapati komitmen rendah dari negara maju untuk meningkatkan kinerja perdagangannya.

D. Liberalisasi Ekonomi Indonesia Melalui Perjanjian Perdagangan dan Investasi

Ditengah ketidak-stabilan perekonomian nasional sebagai dampak dari kondisi ekonomi makro global, Pemerintah Indonesia kembali mengikatkan diri pada komitmen liberalisasi yang lebih luas lagi. Selama ini, liberalisasi melalui WTO dan regionalisme ASEAN telah menyisakan banyak persoalan dan hingga saat ini belum mampu menyelesaikan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Bahkan, pengelolaan sumber daya alam telah jatuh ke tangan asing yang semakin mendominasi penguasaannya. Saat ini, pemerintah Indonesia telah menandatangani berbagai perjanjian perdagangan baik secara bilateral maupun regional. Bentuknya bisa berupa Bilateral Investment Treaties (BITs) dengan bab investasi dan Free Trade Agreement. Setidaknya ada 63 BIT yang telah diselesaikan oleh pemerintah Indonesia sampai dengan Juni 2012 dan 45 dari 63 BIT sudah dilaksanakan.

Selain itu juga terdapat 20 Free Trade Agreement (FTA) hingga Januari 2013. Beberapa perjanjian yang sudah ditandatangani dan dilaksanakan adalah : ASEAN -Australia – New Zealand FTA dan di kawasan: ASEAN FTA. Beberapa perjanjian yang masih dalam tahap negosiasi: ASEAN-EU FTA, India – Indonesia Comprehensive Economic Cooperation Agreement , Indonesia – Australia FTA, Indonesia – EFTA FTA, Korea – Indonesia FTA.selain itu juga terdapat perjanjian yang masih di dalam tahap konsultasi : ASEAN-Pakistan FTA, Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA / ASEAN + 6), East Asia FTA (ASEAN + 3), Indonesia – Chile, US – Indonesia FTA. Pada tingkat regional, Indonesia memimpin dalam adopsi dan implementasi Kerangka kerja ASEAN untuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). RCEP menjadi alat kerjasama ekonomi untuk menggabungkan ASEAN dengan 6 partner negara lainnya seperti: China, Korea, Jepang, Australia, New Zealand dan India (ASEAN+6).

Sebelumnya ASEAN +3 (China, Jepang, Korea) telah tergabung dalam kesepakatan East Asia Free Trade Agreement. Pada saat ini RCEP masih dalam proses negosiasi dan akan melaunching pembicaraan pada ASEAN Summit dan menyelesaikan negosiasinya seiring dengan ASEAN Economic Community 2015. Topik di dalam scooping paper RCEP terkait dengan barang dan jasa dan investasi. RCEP ini akan menciptakan pasar untuk 16 Negara yang terintegrasi di kawasan Asia Pasifik yang mencakup 3.4 milyar orang dengan GDP sebesar US$20 milyar. 

Beberapa contoh kebijakan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 yang tidak selaras dengan kepentingan nasional:
  1. RUU Perdagangan sebagai bentuk pengawasan negara terhadap berbagai perjanjian perdagangan yang telah ditandatangani oleh pemerintah berjalan lambat sepanjang 2013 ini. Sementara itu,  kehadiran RUU Perdagangan menjadi penting dalam kerangka pengawasan dan perlindungan terhadap masyarakat yang terkena dampak liberalisasi perdagangan. Di tengah maraknya berbagai perjanjian perdagangan, pemerintah seakan mengulur RUU Perdagangan yang pada saat ini masih berkutat kepada pembahasan Daftar Invetarisir Masalah. RUU Perdagangan yang sekarang ini, dalam bentuknya adalah harmonisasi terhadap aturan WTO dan berbagai Free Trade Agreement, bukan sebagai fungsi yang diinginkan untuk melindungi  kepentingan ekonomi nasional.

  1. Kebijakan pengaturan impor produk pangan yang diterbitkan oleh Kementrian Perdagangan sepanjang tahun 2013 telah membuktikan bahwa pemerintah lebih memfasilitasi impor produk pangan, alih-alih sebagai pengendalian harga. Beberapa kebijakan yang terkait dengan impor komoditas pangan adalah:

Pertama, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Kedelai dalam Rangka Program Stabilisasi Harga Kedelai. Kedua, Permendag Nomor 47 Tahun 2013 tentang Perubahan Permendag Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Ketiga, Permendag Nomor 46 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan.

Permendag 24/2013 telah menyebabkan harga kedelai naik pada bulan Agustus lalu. Dengan adanya permendag ini, para importir diharuskan memiliki surat izin impor yang menyebabkan kedelai menjadi terhambat masuk ke Indonesia. Melalui Permendag ini juga berpotensi memberikan peluang kartel terhadap importir kedelai di Indonesia.
Permendag 47/2013 telah menyebabkan kartel impor produk bawang putih di Indonesia.  Pemerintah membebaskan importasi sebanyak-banyaknya selama perusahaan tersebut mampu merealisasikan minimal 80% dari izin yang diberikan.
Permendag Nomor 46/2013 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan.
Ketentuan ini mengatur batas maksimal harga normal daging di tingkat ritel atau eceran dalam negeri, konsekuensinya adalah buka tutup impor daging. Hal ini membuka peluang bagi para importir ternak untuk dapat memainkan harga di pasar. 


Proyeksi 2014 dan Rekomendasi

Mencermati pemburukan kualitas pertumbuhan ekonomi dunia yang ditandai dengan semakin derasnya aliran barang dan kapital ke Negara-negara berkembang. Kian melemahnya kualitas pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia, yang ditandai dengan: defisit neraca perdagangan, meningkatnya utang luar negeri, kekacauan dalam pengelolaan subsidi. Ditambah lagi dengan semakin tingginya komitmen Indonesia dalam agenda liberalisasi perdagangan dan investasi, melalui G-20, APEC, dan WTO. Maka Indonesia for Global Justice menilai tahun 2013 sebagai puncak integrasi liberalisasi ekonomi yang berpotensi menyebabkan hilangnya kedaulatan ekonomi Indonesia untuk jangka panjang.  

Tahun 2013 telah digunakan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhono untuk menjadikan Indonesia sebagai etalase dunia, baik dalam kaitan menyambungkan sumberdaya alam Indonesia terhadap mesin industri di Negara-negara maju maupun sebaliknya, menyambung hasil industri tersebut ke pasar domestik Indonesia. Inilah yang disebut Politik Etalase. Pada situasi demikian, tanpa apa pembenahan menyeluruh, 2014 ditandai dengan: meningkatnya nilai impor produk pangan dan energi, melebarnya defisit neraca perdagangan, penerimaan Negara yang bersumber dari pajak akan menurun, yang pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap kualitas kesejahteraan rakyat.

Oleh sebab itu, tahun 2014 sebagai tahun politik tidak boleh sekedar mengahasilkan rezim baru, tapi harus menghasilkan pula komitmen tinggi untuk memperkuat kedaulatan ekonomi nasional Indonesia. Caranya, perlu melakukan evaluasi terhadap perjanjian perdagangan dan investasi internasional, termasuk mengambil langkah pembatalan terhadap perjanjian yang memberi implikasi buruk terhadap ekonomi nasional Indonesia. Lalu, mendukung peningkatan produktivitas pangan nasional dengan dukungan politik anggaran pro pertanian dan perikanan.( Sumber: Indonesia For Global Justice)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar