Wawasan

                                
Prospek Reformasi Birokrasi Di Indonesia
*Oleh: Mohammad Fatah Masrun, M.Si

Pengantar
Sejalan dengan perjalanan otonomi daerah yang semakin panjang, reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi, birokrasi baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pemerintahan pasca reformasi ternyata juga belum mampu menjamin dan mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Pengalaman dibeberapa negara menunjukan bahwa reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya kunci untuk mencapai kemajuan sebuah Negara. Penerapan reformasi birokrasi menjadikan kinerja pemerintahan menjadi lebih responsive terhadap persoalan-persoalan public. Implikasinya jangka panjangnya adalah persoalan-persoalan public menjadi lebih cepat tertangani dan terselesaikan secara tepat. Reformasi birokrasi mendorong adanya penataan terhadap system penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efesien. Penerapan reformasi birokrasi juga menjadi tuntutan situasi dan kondisi social dimana birokrasi dituntut untuk dapat melayani masyarakat secara cepat, profesional dan akuntabel.
Sesungguhnya pemerintah juga terus berupaya melakukan upaya reformasi birokrasi sebagai upaya yang terbaik untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Akan tetapi hal tersebut belum membawa dampak yang siqnifikan, apakah ada yang salah dalam penerapan reformasi birokrasi kita, ataukah ada hambatan lain yang belum kita temukan. Tulisan ini mencoba akan mengulas secara sederhana beberapa hal yang mungkin dapat menjadi bahan untu melihat seberapa besar komitmen pemerintah dalam upaya melakukan reformasi birokrasi.
Gagasan Dasar  Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, karena didalamnya mencakup penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Reformasi birokrasi merupakan suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku.
Reformasi birokrasi pada hakikatnya dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Tujuan utama dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang professional, memiliki kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntable dan memiliki kredibilitas. Lebih dari itu, reformasi birokrasi mendorong berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan pertanggungjawaban public serta integritas pengabdian dalam mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara.
Pengertian penataan kelembagaan atau orgnisasi harus dilakukan dengan melakukan perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya fungsi, menciptakan organisasi yang efektif dan efesien, rasional, dan  proporsional, organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi  yang jelas, mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap perubahan.
Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang ingin dibangun dalam kerangka reformasi birokrasi adalah pegawai yang profesional, netral, dan sejahtera, manajemen kepegawaian modern, berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat. Dalam hal ini perlu penerapan sistem merit dalam manajemen pegawai, klasifikasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju manajemen modern.
Sementara itu, dalam hal tata laksana atau manajemen pemerintah menyusun sebuah mekanisme, sistem,  prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem kearsipan yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien), otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan efektif.
Langkah tersebut diharapakan mampu menciptakan performance pemerintahan yang memiliki akuntabilitas kinerja tinggi, adanya pengawasan dan terawasi,   pelayanan publik yang prima, transparan, berkualitas dan mendorong munculnya praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa, menjadi entrepreneurial competitive government, customer driven dan accountable government, serta global-cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global). Lebih dari itu, pembaharuan system pemerintahan tersebut juga menciptakan budaya kerja produktif, efisien dan efektif, Integrasi, dan sinkronisasi perencanaan program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pemerintah.
Penerapan Reformasi Birokrasi di Indonesia
Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah melalui reformasi birokrasi. Komitmen pemerintah terhadap agenda reformasi birokrasi tertuang dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah juga telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014.
Reformasi birokrasi merupakan perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Betapa tidak, pemerintah harus menata ulang berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antar fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Upaya menata ulang proses birokrasi dilakukan dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan dengan upaya luar biasa. Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.
Reformasi birokrasi di Indonesia menempatkan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efesiensi, efektifitas, dan produktifitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horizontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya disertai tata kerja formalistic dan pengawasan yang ketat.
Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi dan sasaran startegis, agenda kebijakan, program dan kinerja kegiatan yang terencana dan diarahkan terbangunannya sosok birokrasi dengan tugas dan bertanggungjawaban terbuka dan aksessif. Penyederahanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur serta antar aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha yang berorientasi pada criteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-rb No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Sejalan dengan perluasan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah daerah, maka sosialisasi dan asistensi kepada pemerintah daerah terus ditingkatkan. Kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi khususnya dampaknya pada peningkatan kinerja dan pelayanan publik terus diawasi melalui Tim Quality Assurance. Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut.
Dalam rangka monitoring dan evaluasi reformasi birokrasi pemerintah juga telah menetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.
Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan dengan pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah, serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi pemerintah dengan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional.
Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), berperan sangat penting dalam mengetahui dan menilai serta mengawal pencapaian reformasi birokrasi sebagaimana diharapkan. Dengan sistem ini pelaksanaan reformasi birokrasi diharapkan dapat mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan, menjadikan negara yang memiliki birokrasi yang bersih, mampu, dan melayani, meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi, meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi, menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Masa Depan Reformasi Birokrasi
Meskipun agenda reformasi birokrasi telah mulai dijalankan oleh pemerintah dengan sistem yang juga dibilang sangat ideal, akan tetapi hal tersebut belum membawa dampak yang cukup siqnifikan terhadap perbaikan performance birokrasi di Indonesia. Baik ditingkat pusat maupun daerah masih sering kita menyaksikan berbagai fenomena penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur pemerintah, pemborosan anggaran dan buruknya kualitas layanan pemerintah terhadap masyarakat.
Moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberlakukan sejak 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012 sendiri sebenarnya dimaksudkan sebagai “masa rehat” untuk membenahi sistem. Namun telah habis masa moratorium tersebut, tidak terdengar kabar adanya perlakuan khusus pada pembenahan birokrasi, kecuali hanya menunggu untuk tidak merekrut PNS-PNS baru. Walaupun dalam situasi yang sama desakan public untuk atas pembenahan atau perbaikan kinerja birokrasi tidak berhenti akan tetapi desakan tersebut hanya menjadi angin lalu saja.
Anggaran yang dialokasikan pada birokrasi begitu besar, sedangkan kinerja yang diperlihatkan tidak memperlihatkan kepuasan pada masyarakat. Di samping itu, jumlah PNS terlalu besar jika disandingkan dengan beban kerja efektif. Pada tahun 2005 misalnya, diketahui bahwa jumlah PNS lebih dari 3,6 juta orang, dengan belanja pegawai (saja) sebesar 54,3 triliun rupiah. Hingga tahun 2012 dengan jumlah PNS sekitar 4,7 juta orang, belanja pegawai meningkat hampir empat kalinya menjadi 215,9 triliun (2,7 persen dari PDB). Angka ini berarti peningkatan sekitar 18 persen dibanding tahun 2011 dengan anggaran belanja pegawai 182,9 triliun. Tentunya, jumlah pegawai yang sangat banyak ini mengakibatkan munculnya potensi-potensi penyimpangan pula.
Dalam reformasi birokrasi, seharusnya yang menjadi semangat dasarnya adalah bagaimana membenahi kompetensi para pegawai. Kerja pegawai yang stagnan dan tanpa konsep “reward and punishment” yang diaturkan secara regulatif, kelak tetap akan memungkinkan potensi penurunan kinerja (descending performance). Sederhananya, persoalan pelik yang perlu segera diselesaikan pemerintah adalah memperbaiki kualitas layanan public dan mencari solusi atas gemuhnya tubuh birokrasi yang pada faktanya telah menimbulkan dampak buruk bagi penyelenggaraan roda pemerintahan.
Idealnya, moratorium penerimaan pegawai lalu dimanfaatkan sebagai masa perumusan perubahan sistem dan penundaan penerimaan pegawai baru. Dengan juga memperhitungkan masa persiapan penerimaan pegawai baru periode berikutnya, tindakan menggodok kembali secara bijak dan cepat mesti dilakukan. Perpanjangan moratorium memang dimungkinkan, namun ini berarti harus “memaksa” pegawai-pegawai yang  tidak terbiasa kerja multitasking (mengerjakan beberapa hal sekaligus) atau menambah tenaga honorer yang ujung-ujungnya menambah lagi antrian pegawai baru. Akan tetapi langkah revolusioner ini layak dilakukan jika tidak ingin masa depan reformasi birokrasi kita hanya menjadi slogan saja.
Penutup
Pada dasarnya reformasi birokrasi merupakan upaya tanpa akhir dan berkelanjutan (sustainable). Pertama, karena birokrasi adalah sebuah tubuh dalam kapasitasnya sebagai pelayan publik. Publik sendiri merupakan customer yang memiliki tipikalitas berbeda pada setiap jaman, baik dalam kondisi sosial-politik, kebutuhan, maupun cara berkomunikasi. Kedua, teknologi yang selalu mengalami perkembangan yang selalu mengubah pola kebiasaan masyarakat. Paling tidak kedua hal inilah yang menempatkan birokrasi pada posisi harus proaktif mengapresiasi dan beradaptasi pada perubahan.
Reformasi birokrasi bukanlah hal yang harus dilihat secara pesimistis. Sebagai catatan, memang cukup banyak yang perlu dibenahi secara sistemik. Terutama terlebih dulu dalam membenahi imajinasi dan konsep mengenai apa itu reformasi birokrasi. Keterkaitan antara payung hukum pada akhirnya juga menjadi penentu kesuksesan reformasi birokrasi.
Keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam penciptaan tata kelola pemerintahan yang baik (good dovernance). Dengan terciptannya good governance diyakini oleh banyak pihak akan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan investasi di Indonesia yang berujung pada peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang membawa implikasi terhadap kesejahteraan rakyat.
*Penulis adalah Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Cabang Tulungagung



                            4  PILAR KEBANGSAAN 

                         Oleh : Mohammad Fatah Masrun, M.Si 
Isu publik yang belakangan sedang menghangat adalah gerakan sosisaliasi empat pilar kebangsaan yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Gagasan ini muncul ke permukaan diawali oleh good will Taufik Kiemas (alm) saat menjadi Ketua MPR-RI. Gagasan ini mendapat sambutan positif dari kalangan luas karena faktanya memang tidak banyak pembicaraan di kalangan publik tentang keempat pilar itu sepanjang masa demokrasi dan kebebasan sejak 1998. Meski reformasi lebih dari satu dasawarsa reformasi telah dijalani rakyat Indonesia, namun semakin hari wajah bangsa makin terlihat muram dan suram. Bangsa indonesia kriris moral dan politik multidensinal.Menjadi menarik untuk direnungkan kembali adalah bagaimana pentingnya empat pilar kebangsaan yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dalam menopang kehidupan berbangsa dan bernegara? Bagaimana hukum seharusnya didayagunakan dalam konteks keempat pilar tersebut. Tulisan ini akan mencoba menjawab secara ringkas permasalahan tersebut di atas dalam perspektif hukum agar Negara Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 tetap berdiri kokoh.
                            Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut way of life. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan perkataan lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauung selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bias dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Keseluruhan sila didalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam Pembukaan UUD 1945. Jiwa keagamaan (sebagai manifestasi dari sila ketuhanan yang maha esa), jiwa yang berperikemanusiaan (sebagai manifestasi dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai manifestasi dari sila persatuan Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan social (sebagai manifestasi dari sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia) selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak/perbuatan serta sikap hidup rakyat Indonesia.Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu, pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pancasila dapat diikhtisarkan sebagai berikut:Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.,Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi negara Republik Indonesia.Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.Pancasila sebagagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 Sebagai Kontrak Sosial dan Hukum Tertinggi.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, segala dinamika kekuasaan, hubungan antar cabang kekuasaan, mekanisme hubungan antara negara, civil society, diikat dan tersimpul dalam suatu dokumen yang disepakati sebagai sumber hukum tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan mendasar. Sejak kemerdekaan, bangsa kita telah menetapkan 8 kali undang-undang dasar, yaitu (1) UUD 1945, (2) Konstitusi RIS 1949, (3) UUDS 1950, (4) UUD 1945 versi Dekrit 5 Juli 1959, (5) Perubahan Pertama UUD 1945 tahun 1999, (6) Perubahan Kedua tahun 2000, (7) Perubahan Ketiga tahun 2001, dan (8) Perubahan Keempat pada tahun 2002, dengan nama yang dipertegas, yaitu UUD Tahun 1945.
Di samping UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis, dalam teori dan praktik, dikenal juga adanya pengertian mengenai konstitusi yang tidak tertulis, misalnya kebiasaan-kebiasaan dan konvensi ketatanegaraan, interpretasi konstitusional oleh pengadilan (dalam hal ini Mahkamah Konstitusi), dan prinsip-prinsip kenegaraan yang hidup dan dipandang ideal dalam masyarakat. Misalnya, ada pengertian yang hidup dalam masyarakat kita bahwa empat pilar kebangsaan Indonesia yang mencakup (1) Pancasila, (2) UUD 1945, (3) NKRI, dan (4) Semboyan Bhinneka-Tunggal-Ika. Karena itu, keempat pilar tersebut juga dapat dipandang berlaku sebagai isi konstitusi Indonesia dalam pengertiannya yang tidak tertulis. Maksudnya, UUD 1945 sendiri tidak menyebut bahwa keempat hal tersebut merupakan pilar kebangsaan, kecuali dalam Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan bahwa mengenai bentuk NKRI tidak dapat diadakan perubahan sama sekali.
UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, tidak saja dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi, dan bahkan sosial. Karena itu, UUD 1945 merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan sekaligus konstitusi sosial. UUD 1945 adalah konstitusi yang harus dijadikan referensi tertinggi dalam dinamika kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan dalam dinamika ekonomi pasar (market economy). Di samping soal-soal politik, UUD 1945 juga mengatur tentang sosial-soal ekonomi dan sosial atau yang terkait dengan keduanya, yaitu (1) hal keuangan negara, seperti kebijakan keuangan (moneter) dan fiskal, (2) bank sentral, (3) soal Badan Pemeriksa Keuangan Negara hal kebijakan pengelolaan dan pemeriksaan tanggungjawab keuangan negara, (4) soal perekonomian nasional, seperti mengenai prinsip-prinsip hak ekonomi, konsep kepemilikan pribadi dan kepemilikan kolektif, serta penguasaan negara atas kekayaan sumberdaya alam yang penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak, serta (6) mengenai kesejahteraan sosial, seperti sistem jaminan sosial, kesehatan, fakir, miskin, dan anak terlantar oleh negara.
Oleh karena itu, UUD 1945 haruslah dijadikan referensi tertinggi dalam merumuskan setiap kebijakan kenegaraan dan pemerintahan di semua bidang dan sektor. Lagi pula, sekarang kita telah membentuk Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji konstitusionalitas setiap kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Oleh sebab itu, para anggota DPR sebagai anggota lembaga yang bertindak sebagai policy maker, pembentuk undang-undang, perlu menghayati tugasnya dengan berpedoman UUD 1945.Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum yang tertinggi memuat gambaran dan hasrat ketatanegaraan republik Indonesia serta gambaran kerangka ketatanegaraan itu serta menentukan tujuan dan garis-garis pokok kebijaksanaan pemerintahan sebagai kontrak sosial antara masyarakat dengan lembaga-lembaga negara maupun antar lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain.
                    NKRI Sebagai Negara Nasional (Negara Kebangsaan, Nation State).
Asas normatif filosofis-ideologis NKRI seutuhnya ialah filsafat negara Pancasila. Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung), diakui juga sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional) Indonesia. Identitas dan integritas nilai fundamental ini secara konstitusional dan institusional ditegakkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai nation state.Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, bahkan kultural negara kebangsaan (nation state) adalah peningkatan secara kenegaraan dari nilai dan asas kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada karakteristika dan integritas keluarga yang manunggal; sehingga rukun, utuh-bersatu, dengan semangat kerjasama dan kepemimpinan gotong-royong. Jadi, nation state Indonesia adalah wujud makro (nasional, bangsa, negara) dari rakyat warga negara Indonesia se-nusantara.Identitas demikian ditegakkan dalam nation state NKRI yang dijiwai asas kekeluargaan, asas kebangsaan (Wawasan Nasional: sila ketiga Pancasila) dan ditegakkan dengan semangat asas wawasan nusantara. Karenanya, secara normatif integritas NKRI kuat, tegak tegar menghadapi berbagai tantangan nasional dan global. Keseluruhan identitas dan integritas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai fundamental dasar negara Pancasila. Karenanya, NKRI dapat dinamakan dengan predikat sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan ini terjabar secara konstitusional dalam UUD 1945.

                               Bhineka Tunggal Ika Sebagai Pembentuk Jati Diri Bangsa.
Sejak Negara Republik Indonesia merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat ”Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa, bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn, mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal, bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa.Terjemahan: Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).
Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno dan diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa ini.Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia.Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI  akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia.
Yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh.Tegaknya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih menggunakan empat pilar kebangsaan. Pembangunan hukum oleh karenanya haruslah dalam asas yang berkesesuaian dengan empat pilar kebangsaan tersebut, yang bernafaskan Pancasila, yang konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi itu tidak dijadikan pegangan, maka akan goyahlah negara Indonesia. Jika penopang yang satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. ( penulis adalah aktivis yang tinggal di Tulungagung,kini komisioner KPUD)
wawancara  PRT 
Indonesia belum mempunyai  Peraturan Perundang-undangan mengenai Pekerja Rumah Tangga, tetapi Pemerintah Indonesia sudah menyatakan komitmennya di mata internasional untuk mendukung dan mengadopsi Konvensi ILO tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  menegaskan bahwa konvensi ini dapat menjadi acuan bagi negara pengirim dan negara penerima guna melindungi Pekerja Rumah Tangga migran. Dan di Indonesia hal ini menjadi isu penting karena sebagian besar buruh migran Indonesia adalah PRT.
Selain memperjuangkan agar Pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO no. 189, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA-PRT) bersama serikat buruh seperti KSPI, KSBSI, ASPEK,dll juga sedang mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar draft Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga dapat disahkan. Sehingga PRT mempunyai Undang-Undang khusus yang  mengatur hak-hak fundamental mereka sebagai pekerja.Beberapa waktu lalu,  JALA-PRT sedang melakukan survei mengenai gaji yang diterima oleh PRT. Setidaknya 30 orang PRT di Jakarta mengenai gaji yang mereka terima selama sebulan. rata-rata gaji PRT di Jakarta berkisar antara  500ribu – . 600ribu.
Forum Indonesia berkesempatan mewancarai seorang PRT pada suatu perjalanan arah ke jawa timur,atas permintaan nara sumber alamat tidak dipublikasikan

Menjadi Pekerja Rumah Tangga ( PRT ) bukanlah impian Suriyah atau yang biasa dipanggil dengan nama Iyah.Iyah menjadi PRT karena tidak ada pilihan lain,pekerjaan sebagai PRT tidak memerlukan keahlian khusus,modal yang besar ataupun pendidikan yang tinggi sehingga mudah untuk dimasuki.

Sudah berapa lama Iyah sebagai pekerja rumah tangga?   7 tahun,sejak tahun 2006,saya telah bekerja untuk 6 majikan,hanya majikan terakir ini yang paling lama,karena terjadi kecocokan
Alasan apa yang mendorong Iyah memilih PRT menjadi pekerjaan?
Alasanya sederhana saja karena saya hanya memiliki ijasah SD dan membuat saya tidak memeiliki pilihan selain PRT.Saya sebenarnya memiliki ketrampilan menjahit,sempat mencoba melamar bekerja dipabrik garmen,tetapi disana mengharuskan pekerjanya memiliki ijasah setidaknya SMP,sehingga saya mengurungkan niat untuk melamar kerja di pabrik garmen
 Saat ini marak perusahaan atau agen penyalur PRT,apa Iyah pernah menggunakan agen atau jasa penyalur?
Pernah sekali saja,Saya tidak suka dengan cara kerja mereka,sebagai PRT kita dirugikan oleh mereka.Upah bulanan dipotong oleh agen,terkadang kita juga diharuskan untuk berbohong.
 Alasanya?
Alasanya bukanlah untuk kepentingan saya melainkan untuk kepentingan mereka,agen maksudnya
 Untuk berbohong ,bagaimana maksudnya?
Yang sebenarnya betah,disuruh dibuat-buat tidak betah disuatu majikan,itu kan kepentingan agen
 Apakah Iyah sempat berniat untuk menjadi pekerja migrant/TKW ?
Tidak sama sekali.
 Mengapa ?
Seringkali saya diajak oleh teman-teman untuk menjadi TKW,tetapi selalu saya tolak
 Alasanya ,kalau boleh saya tau?
Alasanya karena semenjak saya melihat berita-berita yang ada di TV mengenai pekerja migran khususnya yang berada di Saudi Arabia,saya takut.Bayaran yang besar tidak menggoda saya untuk mencoba menjadi pekerja migrant,ketakutan saya lebih besar
Apa tanggapan Iyah mengenai pekerja migrant sekarang ?
Saya sebenarnya heran kenapa masih banyak orang berminat menjadi pekerja migrant,padahal kalau dilihat pemberitaan di TV,saya sih takut.Tapi ya mungkin orang-orang memutuskan jadi pekerja migrant karena tidak memiliki pilihan lain,karena di Indonesia sulit mencari pekerjaan dengan gaji yang mencukupi.Dengan pertimbangan gaji besar dan pekerja yang harus dilakukan sama saja dengan di Indonesia,mereka pun memberanikan diri menjadi pekerja migrant
Selama menjadi PRT, apakah Iyah pernah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan?
Pernah.Saya mengalami pelecehan seksual ditempat kerja.Semenjak itu saya langsung berhenti dan mencari majikan lain.Lalu ada juga beberapa dari majikan saya yang tidak memperbolehkan saya untuk keluar rumah
Apakah Iyah mengetahui tentang perjuangan Serikat Pekerja dan LSM pembela pekerja perempuan agar PRT mempunyai peraturan Perundang-undangan sendiri ?Sekilas saya melihat di TV mengenai hal itu,tapi saya sendiri tidak tahu banyak
Apakah Iyah setuju adanya peraturan yang diperjuangkan tersebut? Sangat setuju.Sudah saatnya PRT mempunyai peratutan yang melindungi,jadi kita tidak diperlakukan semena-mena oleh majikan ataupun agen penyalur.Karena sebenarnya PRT sangat dibutuhkan
Apakah Iyah berminat untuk bergabung dengan persatuan pembela PRT yang nantinya bisa berjuang bagi teman-teman PRT yang lain? Saya rasa tidak.Saya orangnya adem ayem,tidak suka yang ribut-ribut dan tidak mau untuk demo,saya terima hasil dari perjuangan tema-teman PTR saja
Harapanya?Semoga PRT punya undang-undang sendiri
(winarto,bs)

                    650 Juta Untuk Jadi Kepala Desa
Menjadi dan menjabat kepala desa tetap banyak dimati oleh masyarakat ,bisa disebut seluruh masyarakat Indonesia ,hal ini bisa dilihat dari banyaknya para calon Kepala Desa pada gelaran Pilkades.Dan yang tidak kalah penting motivasi mereka juga sangat berbeda,meski jargonya tidak jauh berbeda adalah “ ingin meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat ”
 Forum Indonesia berkesempatan wawancara dengan Kepala Desa Pulerejo kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung
Apa Tujuan Bapak Menjadi Kepala Desa?
Tidak ada tujuan khusus hanya melihat saja secara umum bahwa manusia itu butuh kedudukan, dalam kedudukan ada tanggung jawab yang besar. Sebelum saya memikul tanggung jawab tersebut saya merasa bahwa desa ini penuh dengan gonjang-ganjing masalah seperti penyantetan (ilmu hitam-red) yang terjadi dimana-mana karena Kades-Kades sebelum saya menggunakan politik dinasti, jadi untuk menggeser kedudukan lainnya agar diganti dengan keluarganya, kebanyakan menggunakan cara yang tidak bisa dinalar. Kemudian setelah itu,  saya berpikir sepertinya desa ini dibutuhkan regenerasi pemimpin, begitu.
Sebelum menjadi Kepala Desa,  Apa pekerjaan bapak?
Sebelum jadi Kepala Desa  ya saya hanya menjadi penggembala kambing, tapi setelah itu ada tawaran untuk kerja di Jepang selama 8 tahun, jadi pekerja kasar. Akhirnya saya ambil dan tinggal disana untuk lebih memenuhi kebutuhan materi, karena saya tahu saya itu orang susah, sulit menafkahi semua keluarga butuh banyak uang untuk menafkahi mereka.
Apa saja kiat-kiat yang digunakan bapak agar terpilih menjadi Kepala Desa Pulerejo? Mungkin bisa dijelaskan dari segi religious atau yang lainnya?
Tidak ada kiat-kiat khusus, yang saya lakukan hanya usaha dan berdoa. Usaha ya seperti kampanye atau promosi ke warga-warga dan sebagainya. Berdoa ya diasmakan dari kyai kemudian diamalkan jadi tidak usaha melulu semua itu dibarengi juga dengan berdoa yang khusyuk kemudian baru kita pasrahkan hasilnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menurut rumor, apakah benar untuk menjadi Kepala Desa Pulerejo membutuhkan dana sebesar 650 juta?
Ya sekitar segitu, karena semua dana itu dibutuhkan untuk kampanye, sosialisasi ke tiap rumah warga dan sebagainya.
Kalau kami boleh tahu, kira-kira dana tersebut digunakan untuk apa saja?
Semua itu untuk kampanye, seperti membagi sembako ke tiap rumah yang dimana  sembako itu terdiri dari 5 kg beras, 1 kg gula dan uang sebesar  50.0000. Belum lagi  menyediakan sajian untuk warga-warga selama 40 hari berturut-turut, kemudian jika pasang gambar untuk promosi agar warga mempercayakan hak pilihnya kepada saya. Semua anggaran itu semata-mata hanya untuk kampanye dan promosi.
Apa kompensasi dari masyarakat desa Pulerejo setelah Bapak menjadi Kepala Desa?
Tidak ada apa-apa, jadi seperti kerja sosial. Saya hanya diberikan kepercayaan untuk menggarap sebidang tanah yang hasilnya akan dianggarkan untuk menjalankan regulasi-regulasi pemerintahan
Apa visi dan misi ke depan yang dapat Bapak persembahkan untuk warga pulerejo?
Visi dan misi saya ringkas menjadi satu tujuan yaitu untuk memperbaiki regulasi pemerintahan sebelumnya yang agaknya sangat meresahkan warga agar lebih menciptakan rasa damai para warga Pulerejo.
( Dessy,AR )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar