Dari Redaksi

           

                                  Lima Aspek KeberhasilanPemilu
Ada lima aspek yang memengaruhi keberhasilan prinsip Luber Jurdil dalamPemilu. Pertama,aturan Pemilu harus baik dan adil sehingga tidak mengandung perbedaan interpretasi serta mencakup keseluruhan permasalahan.Kedua, pemilih yang cerdas.Pemilih yang cerdas dipengaruhi tingkat pendidikan rakyat yang baik dan tingkat kesejahteraan rakyat yang baik.“Ini alamiah saja karena demokrasi memerlukan kecerdasan dan rasionalitas.Terbukti negara-negara baru yang tingkat pendidikannya dan kesejahteraannya kurang menjadi gagal dalam berdemokrasi.Kalau sudah sejahtera, rakyat tidak akan tergiur dengan iming-iming uang. Begitu juga dengan rakyat yang pendidikannya sudah tinggi akan terhina bila dibayar dengan uang. Namun karena tingkat pendidikan kita masih jauh dari harapan maka berlakulah prinsip ekonomi berupa politik uang.
Ketiga,  parpol dan elit politik yang baik.bila elit politik rusak dan budaya organisasi dalam berpolitik juga rusak maka masyarakat pun akan ikut terdorong untuk berbuat tidak baik. Oleh karena itu,parpol harus memiliki budaya berorganisasi yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas demokrasi.
Keempat,penyelenggara pemilu yang independen dan profesional juga menjadi aspek penting dalam mewujudkan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu.Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang serba kurang saat ini, penyelenggara Pemilu yang independen dan profesional menjadi kunci penting terwujudnya pelaksaan demokrasi yang baik lewat keberhasilan penyelenggaraan Pemilu. “Penyelenggara Pemilu adalah palang pintu pertama untuk mengawal Pemilu yang demokratis di tengah segala kondisi di Indonesia. Hal itu berlaku baik bagi KPU, Panwaslu, maupun Bawaslu”.
Kelima,peradilan yang kredibel dan independen. Peradilan merupakan palang pintu yang terakhir untuk mewujudkan demokrasi yang baik.Kalau semua kondisi dalam pelaksanaan Pemilu tidak baik maka peradilan harusnya tetap berada pada kondisi yang baik.Sebab, bila peradilan pun tidak kredibel dan independen maka gagalah seluruh kehidupan berdemokrasi.(winartopemimpinRedaksi Forum Indonesia


                      Pers Tionghoa Dalam Pergerakan Indonesia

Sejarah  mencatat etnis Tionghoa sangat literer atau menggeluti dunia tulis menulis.
Dalam 'Sejarah Pers Awal dan Kebangkitan Kesadaran Ke-Indonesia-an' (2003), disebutkan warga Tionghoa merupakan pelanggan surat kabar sejak akhir abad ke XIX. Meski tidak sebanyak orang-orang Indo Eropa, sejumlah peranakan Tionghoa pun mulai menjadi pemimpin surat kabar berbahasa Melayu Rendah di Batavia.


Seiring dengan perkembangan pendidikan di kalangan mereka, peranakan Tionghoa mulai banyak menerbitkan dan memimpin berbagai penerbitan dengan bahasa Melayu Rendah pada awal abad XX. Bahasa Melayu Rendah bisa diartikan sebagai bahasa pergaulan (Melayu-Pasar) yang banyak digunakan peranakan Tionghoa di Jawa karena tidak lagi menguasai bahasa leluhur mereka. Karena begitu besar sumbangan dan peranan orang-orang peranakan Tionghoa dalam pengembangan bahasa Melayu Rendah, bahasa ini akhirnya disebut sebagai Melayu-Tionghoa. Pada awal abad XX, sejumlah penerbitan pers berbahasa Melayu Tionghoa mulai bermunculan, seperti Sin Po, Keng Po, dan Perniagaan atau Siang Po di Batavia.

Di Surabaya ada Suara Poeblik, Pewarta Soerabaya dan Sin Tit Po. Ada juga Warna Warta dan Djawa Tengah (Semarang), Sin Bin (Bandung), Li Po (Sukabumi), Tjin Po dan Pelita Andalas (Medan), Sinar Sumatera dan Radio (Padang), dan Han Po (Palembang).Surat kabar Sin Po memiliki catatan khusus dalam sejarah pergerakan Indonesia. Media itulah yang pertama kali menyebarluaskan syair 'Indonesia Raya' beserta partiturnya pada 10 November 1928, atau dua pekan setelah dikumandangkan pertama kali secara instrumentalia oleh WR Supratman pada Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928.Di koran itu, WR Supratman menulis dengan jelas 'lagu kebangsaan' di bawah judul 'Indonesia'. Benny Setiono dalam 'Tionghoa Dalam Pusaran Politik' (2008) menulis, Sin Po yang berarti Surat Kabar Baru, mencetak 5.000 eksemplar teks lagu Indonesia Raya dan dihadiahkan kepada WR Supratman, yang bekerja sebagai reporter di mingguan itu sejak 1925. Oleh WR Supratman, kemudian ribuan koran itu dijual.

Sin Po, yang pertama kali terbit sebagai mingguan pada 1 Oktober 1910, juga merupakan surat kabar yang mempelopori penggunaan kata 'Indonesia' menggantikan 'Nederlandsch-Indie', 'Hindia-Nerderlandsch', atau 'Hindia Olanda'. Harian ini juga yang menghapus penggunaan kata 'inlander' dari semua penerbitannya karena dirasa sebagai penghinaan oleh rakyat Indonesia.
Kemudian, sebagai balas budi, pers Indonesia mengganti sebutan 'Cina' dengan 'Tionghoa' dalam semua penerbitannya. Dalam percakapan sehari-hari, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoemo kemudian juga mengganti kata 'Cina' dengan kata 'Tionghoa'.
Koran Sin Po saat itu memang memiliki pandangan politik yang pro-nasionalis Tiongkok. Namun karena alasan itu pulalah, yakni berdasar ajaran Dr Sun Yat Sen, Sin Po mendukung perjuangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Dalam San Min Chu I, Sun Yat Sen menulis perkembangan kemerdekaan Tiongkok tidak akan sempurna selama bangsa-bangsa di Asia belum merdeka.
Gerakan pro-nasionalis Tiongkok yang didukung Sin Po akhirnya sirna seiring dengan kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945, yang juga banyak didukung tokoh-tokoh Tionghoa. Kemerdekaan itu kini sudah menjadi milik bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya keturunan Tionghoa.( Merdeka)

                     Suara Rakyat Bukan Gratis 
Memasuki tahun politik  2014 ,  dipastikan semakin  banyak tawaran-tawaran kebaikan dari para calon pemimpin bangsa kepada rakyat. Mereka menawarkan diri agar dipilih sebagai calon wakil rakyat pada pemilu legislatif dan atau presiden .    Bahkan mereka lebih suka diundang menghadiri sebuah perkumpulan rakyat .Sudah barang tentu, berbagai strategi, penunjukkan sukarelawan, atau disebut sebagai tim sukses   digerakkan secara maksimal.
Itulah sebabnya, menjadi calon  wakil rakyat  tidak mudah dan juga  tidak murah. Bagi orang yang tidak punya modal cukup,  kiranya tidak akan mampu berkompetisi memperebutkan suara rakyat.  Kini  pemilih merasa ,bahwa berpolitik juga terkait dengan ekonomi. Dahulu ideologi dan politik  menyatu.  Dalam suasana seperti itu,   rakyat mau berkorban untuk tokoh  politik yang didukungnya. Namun berbeda dengan dulu,  sekarang ini terasa sekali bahwa  ekonomi dan politik yang sedang berjalan seiring.  Inilah yang menyebabkan  konsep berjuang juga berubah menjadi  bertransaksi. Tatkala harus memilih seseorang  sebagai calon wakilnya, maka pertanyaan  yang  harus dijawab  secara jelas terlebih dahulu adalah, mereka akan mendapatkan apa dan berapa.     Pemilih sadar bahwa mereka yang berlomba dan berebut,bukan rakyat yang secara iklas memberi amanah,maka rakyat pemilih tidak akan membiayai,semestinya, rakyat yang berkepentingan memberi amanah kepada  para calon wakil yang akan  dipercaya untuk  memperjuangkan aspiranya.
 Wajah  perpolitikan bangsa ini agaknya masih belum sehat.  Para calon wakil rakyat masih mencari-cari dan bahkan  memperebutkan dengan berbagai cara terhadap suara rakyat. Padahal semestinya rakyat yang mencari siapa yang layak diidolakan untuk mewakilinya. Keadaan berbalik seperti itu, tentu tidak sehat. Manakala  kondisi itu diteruskan, maka   bangsa ini akan semakin jauh dari tujuan yang ingin diraih. Proses politik seperti itu, bukan akan menghasilkan pemimpin atau wakil yang berkualitas, melainkan akan jatuh kepada  siapa saja  yang memiliki uang. 
 
Akibatnya, rakyat tidak saja diperebutkan, tetapi juga diperdagangkan.  Sebagai bahan dagangan, tentu posisinya tergantung pada siapa yang memperdagangkan. Terserah mau dijual kemana, tergantung pada pemiliknya. Tokh,  suaranya sudah dibeli. Manakala hal itu yang benar-benar terjadi, maka bukan berdemokrasi lagi secara murni, melainkan demokrasi yang diperdagangkan. Itulah resiko dari tatkala rakyat mau dibeli suaranya dan bukan berposisi  sebagai pembeli.





                                          Upah Layak Adalah Hak Asasi
Untuk memperoleh upah layak karyawan tidak harus  bekerja dengan jam kerja terlalu panjang.Upah layak harus diperoleh selama jam kerja normal ,meski apa yang dianggap jam kerja normal bervariasi disetiap negara,namun organisasi internasional seperti  ILO  menyarankan jam kerja normal tidak melebihi 84 jam dalam seminggu. Bukan hanya Bank Dunia,OECD dan ILO tetapi Upah layak diakui PBB sebagai hak asasi manusia.
Upah layak merupakan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar karyawan dan keluarganya.Ini berarti bahwa pekerja mendapat uang yang cukup untuk membayar makanan,perumahan,pakaian dan layanan yang sangat diperlukan lainya seperti kesehatan,transportasi dan pendidikan anak-anak.Pengertian upah layak dapat ditelusuri pada UU 13/2003,pasal 88 ‘” setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi  penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ,untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud ayat (1),pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
Pengusaha harus memahami bahwa sudah menjadi kepentingan pengusaha untuk membayar upah layak bagi karyawanya,agar mereka lebih percaya diri,bekerja lebih produktif dan berdedikasi tinggi pada perusahaan.Upah layak jelas bukan upah minimum,diberbagai Negara dengan peraturan upah minimum,karyawan harus dibayar setidaknya sebesar upah minimum yang ditetapkan,tetapi upah layak merupakan rekomendasi untuk mencapai standart hidup yang layakUpah layak juga dimaksudkan menjaga pekerja dan keluarganya dari kemiskinan,juga kewajiban moral dan pendapatan untuk pekerjaan yang telah dilakukan.Garis kemiskinan hanya dimaksudkan untuk mencegah orang kelaparan bekerja atau tidak


MenataUlangPemiluKada

PemilihanUmumKepala Daerah kinibenar benarmenjadipesta,bukansajasekedarpestademokrasitetapijauhdariitumenjadipestaduit yang mengalirsampaijauh.Paracalonmengalirkanduitnyakepangusahaspanduk, konsultanpolitik,pemilihbahkanmungkinkepenyelenggarapemilu yang berpihak.OngkosPemilukada pun membengkak,sehinggademokrasimenjadibarang yang sangatmahal,yangtidakjarangmenimbulkanongkossosialberupakonflik horizontal antarpendukung.
Dalam konteks semacam itu sebanarnya tidak ada yang salah dengan demokrasi. Yang tidak pas adalah adanya prilaku penyalahgunaan prosedur dan kaidah demokrasi yang dilakukan oleh para Power-Seekers dansebagian para pemilih. Sejumlah desain kelembagaan bisa diintrodusir untuk mengatasi masalah tersebut. Diantaranya adalah penyederhanaan pemilihan. Misalnya saja, penggunaan model Pluralitas di dalam Pilkada. Dalam model demikian siapapun yang memperoleh suara terbanyak otomatis menang. Selain itu, perlu ada pembatasan biaya yang harus dikeluarkan, baik oleh penyelenggaramaupun oleh calon. Pembatasan ini bisa merujuk pada kondisi ekonomi suatu daerah. Para penyelenggara harus ditindak tegas. Terakhir, demokrasi membutuhkan prosedur yang jelas dan adanya komitmen semua pihak untuk melaksanakan dan menaati prosedur iu,Pihak yang kalahberlombamengadudanmenggugatkeMK,danpihak yang dinyatakanmenangoleh KPU akanmempertahankankemenanganitu.Putusan MK yang bersifat final danmengikatbenyakmenggodacalonkepaladaerahuntukjorjoranpadasetiappersidangandanmembayarpengacarakelaskakapsampaidenganmengirimdemonstranbayaran di depangedungsaatpersidanganberlangsung.Pihak-pihak yang belumpuasatasperkaraitumencobamenebarduitkepara hakim ,pendapatinidikuatkanmantanketua MK Mahfud MD (EDITORIAL MEDIA INDONESIA) “lebihdariseparuhmereka yang berperkaramenyuap hakim konsstitusi”.TertangkapnyaAkilMuhtaroleh KPK seolahmembenarkanpendapatMahfud,Akilditangkap KPK lantaranperkaraPilkadaGunung Mas sebuaghkabupaten di Kalimantan Tengah,bahkandisebutbanyak media perkaraPilkadaLebak,BantenAkiljugatergoda.BentengterakirpengadilanPemiluseolahroboh,tetapi mental keadilantidakbolehruntuh,Justruinilajsaat yang tepatuntukmemperbaikisitemPemilukada demi penguatanotonomidaerah.Setidaknyaada 409 kabupaten,1 kabupaten administrasi,93 kota,5kotaadministrasi plus 34 Propinsi,yangberpotensimenggoda hakim konstitusi,jikasemuacalonkepaladaerahmengajukanpermohonanpengujianperselisihanPemilikada.KasusAkilMohtarmenambahapresiasiatasusulanKementrianDalamNegeri,agarkepaladaerahdipilhDPRD,agarterhindarpraktek-praktekkorupsipadaakirnya,selain agar tidakmenyedotanggaranNegara.PemilihanGubernurJawaTimur 2013 contohnyamenghabiskan 578 M ataupemilihanGubernurJawa Barat yangmenyedot 1,4 T.MemperbaikisistimPemilukadasudahkebutuhanmutlakditengahberkembangnyaotonami,tetapi yang terpentingPemilukadamembawadampakkesejahteraan.Ituroh yang sebenarnya. (winarto bs)
Kedelai,Piye Kabare 

Rasanya sedikit tertampar saat tidak sengaja membaca ulang buku “Dao De Jing”, sebuah buku setara kitab suci penganut paham Taoisme. Buku yang salah satu babnya membahas tentang tiga penyebab kemarahan rakyat yang jika tidak segera diselesaikan masalahnya akan berunjung pada perlawanan rakyat atau pemberontakan.Tiga hal tersebut adalah rakyat yang kelaparan, pajak rakyat yang terlalu tinggi dan korupsi besar-besaran oleh pejabat negara. Hal yang ketiganya bisa kita lihat di negara kita saat ini. Hiii… ngeri!
Tak terbayang jika dengan kondisi sekarang, jika Amerika atau bangsa luar sedang kumat isengnya dan mengirim 5000 pucuk senjata saja kepada rakyat yang kesal, tak sanggup terbayangkan bagaimana hancurnya negara ini.Mungkin saat saya menuliskan kata “ rakyat kelaparan ” banyak yang terkekeh dan menganggap lebay.Bantuan BLSM yang (mungkin) tidak seberapa itu sangat berarti untuk sedikit melonggarkan nafas mereka.Tetapi dengan krisi kedele mereka menikmati mahalnya tahu tempe meski harga tidak naik,dalam sebuah acara Agung Jelantik Sanjaya, MBA yang juga anggota DPR RI Komisi IV membuka beberapa paradoks lain seperti Tempe yang merupakan menu khas dan wajib bangsa Indonesia ternyata kedelainya mesti impor dari luar negeri, kalau sekedar impor dari Amerika tentu sudah biasa. Namun jika dipaparkan data ada sekitar 130 ribu ton impor dari Malaysia, walah-walah. Piye iki, mas? Belum lagi hak patent pembuatan tempe yang malah dipegang oleh Jepang, negara yang belum tentu lauk pokoknya tempe. Walah – walah, jauh sebelum bangsa ini bicara soal alih teknologi atau pemberantasan korupsi. Ketahanan dan kesediaan pangan nasional itu menjadi langkah awal perbaikan bangsa. Hal yang sangat cocok dengan filosofi Tao. Urusan perut menjadi perkara utama dan pertama. Belum lagi persoalan krisis kedelai yang sudah terjadi berulang kali semenjak era reformasi.
Dari pembukaan acara tersebut, mulai terlihat pencarian akar masalah untuk di tentukan solusinya. Sangat menarik saat petinggi Perum Bulog,  Sutarto Alimuso berbagi masukan dan pandangannya. Sangat mengejutkan saat  mengatakan bahwa pada zaman Orde Baru dahulu,  Indonesia mencapai swasembada kedelai—harga HPP dari petani itu 1,5 harga beras. Jika harga beras 7000 ribu maka semestinya 10000 ribu. Sedangkan harga HPP sekarang hanya 3700 dipetani dan 9000 pada kedelai impor.Rendahnya harga kedelai dari petani lokal ini, tentu membuat petani ogah menanam kedelai. Sedangkan kedelai sendiri biasanya untuk petani di Jawa, hanya sebagai tanaman sampingan setelah padi saat supply air berkurang. Era swasembada kedelai, pusat lahan kedelai itu ada di Aceh dan Sumatera Utara. Ditambah area lain seperti Muaro Bunggo di Jambi. Sedangkan sekarang, semua di pusatkan ke Jawa. Padahal ada pameo, lahan di Jawa seperti “teori sarung”. Jika satu ditarik, sisi yang lain terlihat. Jika satu area di Jawa diubah menjadi area kedelai saja, maka ada kekurangan pasokan beras. Bukan bermaksud bernostalgia, tetapi konsep pertanian yang baik dan sukses di era Orde Baru memang tidak perlu gengsi dan malu untuk ditiru.
Sedangkan Profesor Syamsul Bahri, mantan dekan Universitas Brawijaya bidang pangan ini, juga mengungkapkan beberapa data menarik mengenai perbandingan industri pertanian Thailand. DI Thailand, bank di Thailan mengucurkan hingga 6 persen untuk usaha pertanian,untuk usaha perdagangan hingga 18 persen. Untuk Indonesia? Halah, petani  kita buka rekening bank saja masih susah bayar minimum setoran.Belum lagi nihilnya bea untuk mobil pengangkutan pertanian. Tidak heran kan sekarang kenapa petani di Thailand mobilnya bagus-bagus, minimal mobil double cabin yang mewah. Bandingkan dengan Indonesia yang masih konsisten dengan pick up jenis Carry.Sementara . Undoro Kasih Anggoro, Dirjen Tanaman Pangan mengatakan bahwa sebenarnya tren produksi Kedelai sudah mulai naik, namun memang kebutuhan masih jauh diatas produksi. Bahkan dibanding era Orde baru pun, produksi kedelai nasional saat ini masih jauh dibawahnya. Mungkin hanya sekitar setengahnya saja. Beberapa masukan perihal area tanam kedelai non Jawa sepertinya sudah mulai dilaksanakan seperti di Muara Bungo, Jambi serta proses pengapuran di area lain di Sumatera.
Dan terakir dan sangat memikat, diberinya kesempatan kepada  Adi Widjaya, Msc. Seorang sarjana biologi dan master pangan yang juga pimpinan Budi Mixed Farming (BMF). BMF sendiri telah berhasil menciptakan inovasi bibit kedelai unggul bernama kedelai “Malabar Grobogan”. Penamaan ini tentu sesuai daerah perusahaannya dibuat dan terbukti sukses membawa Kelompok Tani (KT) Kabul Lestari menjadi juara nasional kelompok tani agribisnis kedelai bertutut-turutsejak 2010 hingga sekarang.Bagiamana tidak menang, saat pemerintah sedang mencari bibit kedelai yang bisa berbuah antara 2,2 sd 2,7 ton per hektar, BMF dan KT Kabul Lestari ini sudah mencapai hasil panen 3,4 sd 4 ton per hektar.Namun sayangnya, bibit unggul inovasi anak bangsa ini tidak dilirik sama sekali oleh pemerintah. Bibit dari Amerika dan Brazil yang ber ‘Sertifikasi” yang lebih di pilih. Sedangkan BMF dan KT Kabul Lestarinya masih belum bisa mendapatkan sertifikasi dari pemerintah. Aneh sekali,tetapi memang biasa terjadi di negri iniPadahal dari sample yang dibawanya, hasil kedelai dari Grobogan jauh lebih bagus bentuknya, lebih pulen dan kadar proteinnya jauh lebih tinggi dibanding kedelai impor dari negara mana pun. Sungguh saya merasa ada sedikit ‘pelecehan’ terhadap inovasi karya anak bangsa.Semoga saja, persoalan dasar pangan ini segera terselesaikan. Tentu bukan sekedar kedelai, namun 5 pangan utama lainnya seperti padi, gula, jagung dan daging sapi. Walau memang sebenarnya mesti dimasukan pula gandum seperti kata Dirut Bulog dimana sekarang Indonesia sangat drastis mengkonsumsi gandum tapi batang gandum sulit diketemukan di negeri ini.
Byuh, gara-gara soal pangan ini– mendadak terngiang-ngiang stiker yang sering kulihat digambar Pak Harto yang tersenyum dan melambaikan tangan di pantat truk atau bus luar kota dengan kata pertanyaan yang tertulis :
“Piye kabare…? Enakan jamanku, Tho?
Nah, monggo yang tidak suka dengan stiker itu. Ditunggu solusinya.


Memaknai Kemerdekaan Di Hari Kemenangan
Ya, 68 tahun sudah Indonesia merdeka. Sebagai Negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki ragam etnis dan budaya terbanyak dibandingkan Negara lain. Suatu kerukunan dalam keberagaman yang patut dibanggakan sekaligus pencapaian yang tak mudah dilakukan. Tentu, sepanjang perjalanan itu, banyak kemajuan yang sudah dicapai, meski juga menyisakan keberharapan. Salah satu yang perlu kita renungkan adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
.Jika kita merenungkan kembali cita-cita bangsa yang dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terlihat bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dan oleh karenanya, kemerdekaan harus diwujudkan untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus ikut melaksanakan ketertiban dunia. Sebuah cita-cita luhur yang diwariskan kepada kita untuk mencapainya, bahkan di kala kondisi perekonomian dunia sedang lesu.Meski banyak lembaga ekonomi dunia memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun banyak hal membutuhkan pembenahan guna lebih menguatkan ekonomi nasional. Sebagaimana yang kita alami, harga berbagai kebutuhan pokok sudah merangkak naik sejak awal Ramadhan, mencapai puncaknya di hari Kemenangan. Atas berbagai kenaikan harga ini, banyak saudara kita yang merasakan ketidaknyamanan bahkan kesulitan dalam menjalani hidupnya.
Satu hal yang pasti, Negara ini masih membutuhkan pembenahan di berbagai bidang. Tentu saja, seluruh masyarakat harus terlibat dalam pembenahan, sekaligus memperkuat nasionalisme yang ada dalam konsensus bersama:UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika. Yang harus kita lakukan adalah menjalani peran masing-masing dalam kehidupan bernegara: giat bekerja untuk membangun bangsa, aktif mengawasi jalannya pemerintahan serta memenuhi kewajiban perpajakan.Di awal abad ke-21 ini, banyak Negara mengalami masalah perekonomian yang bersumber dari kegagalan masyarakatnya dalam kehidupan bernegara. Krisis Eropa memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Salah satu Negara Eropa, Yunani, mengalami kebangkrutan karena rendahnya penghimpunan pajak dan korupsi yang merajalela. Negara lain seperti Italia dan Spanyol tengah berjuang menghadapi krisis dengan masalah yang kurang lebih serupa.Bagi Negara-negara yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah, pajak menjadi satu-satunya sumber pembiayaan Negara. Selanjutnya, pemanfaatan uang pajak yang telah dihimpun menjadi krusial terutama dalam distribusi dan pengawasannya. Tidak optimalnya pemungutan pajak akan berujung pada bertambahnya hutang luar negeri sebagai sumber pembiayaan Negara. Selain itu, struktur anggaran yang tidak efisien dan korup juga berimbas pada tinggi kebutuhan pembiayaan yang berujung pada hutang luar negeri.
Dalam batas tertentu, hutang luar negeri cukup aman dimanfaatkan jika memang dibutuhkan sebagai investasi, dengan catatan struktur anggaran sangat efisien tanpa adanya praktik mark-up biaya maupun program yang tidak efektif. Namun jika hutang luar negeri sudah sedemikian besar, Negara manapun akan kesulitan dalam menghadapinya. Selain krisis Eropa, pengumuman kebangkrutan kota seperti Detroit di Amerika Serikat menjadi salah satu renungan kita agar tidak terulang di Indonesia.Saat ini, rakyat Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa suatu saat kekayaan alam berlimpah yang dimilikinya akan habis. Cadangan minyak bumi diperkirakan hanya tersisa untuk 12 tahun lagi. Demikian pula dengan cadangan gas bumi yang diperkirakan hanya mencukupi hingga 50 tahun kedepan. Banyak hutan Indonesia yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit guna memperbanyak lapangan kerja. Dan meski tidak diketahui dengan pasti, cadangan mineral berharga seperti emas, dipastikan akan habis dalam beberapa dekade mendatang.Dengan kondisi tersebut, rakyat Indonesia harus merenungkan kembali bahwa kehidupan bernegara di masa mendatang akan sangat ditopangoleh pengumpulan pajak. Harus disadari bahwa Indonesia telah lama meninggalkan status Negara pengekspor minyak, dan sudah beralih sebagai pengimpor minyak. Betapa dominannya pembiayaan Negara dari pajak juga sudah terlihat dalam satu dekade terakhir, dimana pajak mendominasi hingga 70 persen dari pendapatan Negara.Harus disadari bersama bahwa pemungutan pajak memang dapat dipaksakan. Namun demikian, alangkah indahnya apabila seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang berkecukupan, menjadi Wajib Pajak patuh, yang bangga dalam membayar pajak. Di beberapa Negara maju, kebanggaan dalam membayar pajak diwujudkan dalam antusiasme masyarakat dalam mengawasi penggunaannya. Melalui wakil rakyat, lembaga sosial kemasyarakatan, maupun jurnalistik media, sangat gencar melakukan kritik atas penggunaan uang pajak apabila dipandang tidak efektif menyejahterakan rakyat.
Masih dalam suasana Idul Fitri 1434 H, sekaligus merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia, berbagai perenungan di atas dapat dimaknai sebagai upaya bersama untuk mewujudkan rakyat yang sadar pajak. Disamping itu, pengawasan dalam penggunaan uang pajak pada hakikatnya adalah bentuk kebanggaan kita dalam membayar pajak. Semakin bangga dalam membayar pajak, kita akan semakin peduli bahwa penggunaan uang pajak harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Kesadaran kita dalam membayar pajak, diikuti dengan kepedulian kita dalam mengawasi penggunaannya, akan membentuk masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-68, mohon maaf lahir dan batin, sekali merdeka tetap merdeka!


RUU ASN Posisikan PNS SebagaiAset Negara

Salah satu perubahan mendasar dalam manajemen SDM aparatur adalah perubahan dari pendekatan personnel administration yang hanya berupa pencatatan administratif kepegawaian kepada human resource management. “ Pendekatan ini memandang sumberdaya manusia aparatur sebagai asetnegara yang harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan baik”,demikian ujar Wakil Menteri PANRB EkoPrasojo di Jakarta, beberapa hari yang lalu.
Dikatakan, pekerjaan tempat PNS mengabdi saat ini belum dipandang sebagai sebuah profesi yang memiliki standar pelayanan profesi, kode etik profesi, dan pengembangan kompetensiprofesi yang harusdihormati, dijaga, dan dijadikan dasar dalam berbagai kebijakan dan manajemen SDM. Yang menyedihkan, PNS sebagaiabdinegaradanabdimasyarakattidakdianggapsebagaiasetnegara, bahkankadang-kadangdipandangmenjadibebannegara.
Denganrasio PNS dibandingkanpenduduk yang hanya 1,89persen, keberadaan PNS dirasakanbelummemberikanmanfaat yang optimal kepadamasyarakat. RUU ini, lanjutWamen, menempatkanAparaturSipilNegara (ASN) sebagaisebuahprofesi yang harusmemilikistandarpelayananprofesi, nilaidasar, kodeetikdankodeperilakuprofesi, pendidikandanpengembanganprofesi, sertamemilikiorganisasiprofesi yang dapatmenjaganilai-nilaidasarprofesi.
Profesi ASN initerdiridariprofesi-profesispesifik yang dikenalsebagaijabatanfungsionalsepertidosen, guru, auditor, perencana, dananaliskebijakan.“Karenaitu, kelakjika RUU ASN inisudahditetapkan, setiapbirokratharusmemilikistandarpelayananprofesi, melaksanakannilaidasarkodeetikprofesi, danwajibmengembangkankeahlianprofesinyasecaraperiodik”,tambah guru besar UI ini.
Untukmemperkuatsistem merit dalambirokrasi, ASN terdiridari PNS danpegawaipemerintahdenganperjanjiankerja (PPPK) dengan basis utamakompetensi, kompetisi, dankinerja. Berbedadenganistilahpegawaihonorerataupegawaitidaktetap (PTT) padamasasebelumnya, PPPK tidakdapatdiangkatmenjadi PNS.Jaditidaksemuapegawai yang bekerjauntukpemerintahharusberstatus PNS, tetapidapatberstatuspegawaikontrakberjangkawaktu.Namun ASN tidakmenggantikan PNS sepertidilansirsalahsatu media.“ASN terdiridari PNS dan PPPK”,tegasWamen.Perubahanmendasarlain, RUU ASN inijugaakanmengubahdaripendekatan closed career system yang sangatberorientasikepadasenioritasdankepangkatan, kepada open career system yang mengedepankankompetisidankompetensi ASN dalampromosidanpengisianjabatan. RUU inimeletakkandasarkompetisiterbuka di antara PNS dalam proses pengisianjabatan, khususnyaeselon I dan II yang kelakdisebutjabatanpimpinantinggi (JPT). Proses pengisianjabatandalambirokrasiakanmenganutsistempromositerbuka, yang saatiniolehGubernur DKI Jakarta disebut ”lelangjabatan”.Jika RUU ASN ditetapkanmenjadiUndang-Undang, pengisian JPT baik di pusatmaupun di daerahakandilakukansecaraterbukaatau ”dilelang” di antara PNS yang memenuhisyarat-syaratjabatandanstandarkompetensijabatan. Dengandemikian, PNS daerahdapatmemilikikesempatandudukdalamjabatan-jabatan di tingkatpusatmaupun di daerahlainnya.Cara ”lelang” jabataninidiharapkandapatmemperkuatkompetisi di antara PNS, menggerakkanpengetahuandanmobilitas PNS, sertamemperkuatimplementasi NKRI. Beberapapokokpengaturan lain dalam RUU ASN antara lain menyangkutsistemdanstrukturpenggajianberbasiskinerjadanpemberhentianpegawaikarenataktercapainyakinerjadalambeberapatahunberturut-turut, sertakewajiban re-apply (melamar ulang) bagi pejabat yang telahmendudukijabatanselamalimatahununtukdudukkembalipadajabatan yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar