Senin, 01 Juli 2013

Awas! Daging Gelonggongan Beredar



Namanya “daging” bagian penting dari tubuh manusia maupun hewan,karena penting itulah selalu dibutuhkan dan menjadi bahah pembicaraan yang sering pula membawa korban, bahkan karena daging “secuil” mereka saling membunuh, ada heboh dendeng terkontaminasi daging celeng,pentol bakso dicampuri daging tikus,bahkan masih dijaman orde baru heboh daging babi dalam MSG. Akhir-akhir ini masyarakat disuguhi pemberitaan terkait kasus suap impor daging.Hampir semua media cetak maupun elektronik menjadikan kasus suap impor daging menjadi topik utama. Kasus yang saat ini sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermula dari dugaan uang suap yang di berikan oleh direktur PT Indoguna Utama Juard Efendi dan Arya Abdi Effendi senilai 1,3 Milyar melalui Ahmad Fathanah kepada mantan presiden PKS Lutfi Hasan Ishak untuk pengurusan tambahan kuota Impor daging sapi kepada Menteri Pertanian Suswono yang juga merupakan petinggi PKS. Soal daging itu juga mengenai hebohnya berita wanita-wanita di sekeliling Ahmad Fathanah dan Lutfi Hasan Ishak yang jadi komsumsi publik.

Daging sapi memang selalu menjadi masalah di Negara kita ini, Negara kita yang agraris dan beriklim tropis mestinya mudah dan cocok untuk pengembangbiakan sapi ternyata belum mampu mencukupi kebutuhan daging sapi sehingga harus impor dari luar negeri. Bukan saja masalah harga, daging Gelonggongan juga sering kali didengar bisa di sebabkan karena memang para pelaku usaha penjagalan yang nakal dan juga di mungkinkan karena lemahnya pengawasan dari pihak berwenang atau juga pemerintah melalui dinas terkait seperti yang terjadi di Tulungagung. Dari hasil investigasi Koran ini di duga kuat praktek nakal penggelonggongan sapi dilakukan oleh para pelaku usaha jagal sapi nakal yang ada di Tulungagung. Keterangan yang diperoleh Koran ini melalui sumber terpercaya yang mewanti-wanti agar namanya tidak dikorankan mengatakan bahwa selama bertahun - tahun dia bekerja pada beberapa pengusaha jagal sapi yang berbeda ia mengatakan bahwa juragan yang diikutinya semua melakukan praktek penggelonggongan sebelum sapinya di sembelih. Seperti pengusaha jagal sekarang tempatnya bekerja yang memiliki lebih dari tiga kios daging sapi dan memiliki puluhan karyawan ini bahkan punya karyawan khusus yang di tugaskan untuk mengglonggong sapi sebelum sapi-sapi tersebut disembelih dan di jual dagingnya.
Menurut keterangan dari sumber Koran ini sapi-sapi yang akan di potong itu selepas magrib di gelonggong terlebih dulu dengan cara memakai selang ukuran 1 Dm dari mesin pompa air, selang di masukkan ke mulut sapi sedalam sampai 1,5 m kemudian mesin pompa air dihidupkan setelah dirasa cukup kemudian di tunggu beberapa jam,masih menurutnya kalau air cepat meresap kedalam tubuh sapi,sapi akan di gelonggong lagi, tapi kalau sapi yang sudah digelonggong itu airnya lama meresap ketubuh sapi, justru air akan di keluarkan dengan cara menggunakan selang yang sama, setelah itu sapi di gelonggong lagi.
 Selain melakukan pengGelonggongan ditengarai para pelaku usaha jagal sapi nakal yang tidak menyembelih sapi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang di wajibkan pemerintah untuk daging sapi yang di jual untuk komsumsi masyarakat.Mahalnya harga daging sapi di pasaran yang saat ini berada di kisaran 80-90 ribu rupiah per kilogram jadi alasan pelaku usaha jagal sapi nakal yang melakukan praktek pengGelonggongan tentunya untuk meraup untung sebanyak-banyaknya, karena dengan diglonggong berat daging sapi akan bertambah. Menurut keterangan sumber Koran ini para pelaku usaha jagal sapi melakukan praktek glonggong salah satunya di karenakan harga sapi yang melambung di pasaran. Sapi hidup harga di pasaran mencapai 30-35 rupiah/kg, estimasinya harga sapi 12 juta memiliki bobot sekitar 3,75 kwintal. Sapi hidup jantan dengan bobot 4 kwintal di sembelih biasanya tidak lebih dari 1,5 kwintal daging sapi yang di hasilkan.
Selain adanya praktek penggelonggongan, penelusuran koran ini banyak di temukan kios daging sapi yang tidak memiliki ijin resmi. Terkait data perijinan usaha jagal sapi, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Tulungagung melalui surat nomor 503/896/601/2013 mencatat hanya terdapat 31 ijin kios resmi dan 28 ijin usaha jagal/pemotongan ternak.
Kepala Dinas Peternakan Tulungagung Drh.Tatik Andayani melalui Kabid Kesmavet Sugiyo dikonfirmasi mengatakan bahwa semua daging sapi yang di potong dan jual untuk konsumsi masyarakat harus dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) milik pemerintah bahkan lanjut Sugiyo hewan yang dipotong untuk hajatan atau korban diperbolehkan pemotongan di luar RPH milik pemerintah tetapi harus sepengetahuan petugas atau mantri peternakan, ada 2 RPH yang di miliki pemerintah Kab. Tulungagung yakni RPH di Desa Ketanon dan RPH yang berada di Desa Kaliwungu Ngunut.Sebelum diedarkan untuk dijual daging sapi harus melalui 2 pemeriksaan sebelum sapi di potong (antimortem) dan juga pemeriksaan sesudah sapi dipotong (posmortem). Pemeriksaan antimortem antara lain meliputi sapi harus sehat,tidak cacat,untuk sapi betina harus beranak lebih dari 5 kali, pemeriksaan postmortem setelah sapi di potong daging tidak mengalami perubahan warna,tidak terdapat cacing hati,paru-paru tidak terkena TBC DLL. Ketika di konfirmasi terkait adanya dugaan pengGelonggongan sapi dan juga kios daging sapi tak berijin serta adanya pemotongan sapi di luar RPH yang di lakukan pungusaha jagal sapi Sugiyo mengatakan bahwa tidak ada pemotongan yang dilakukan di luar RPH, Dinas Peternakan juga sering melakukan sidak ke pasar untukmemantau daging sapi yang beredar, terang Kabid Kesmavet. Terkait kuota kebutuhan daging dan produksi daging dari RPH yang ada di Tulungagung ada perbedaan dari data yang di terima Koran ini, salah satu staf bidang Kesmavet menjelaskan kebutuhan daging sapi pada 2012 di Tulungagung adalah 19.884 Kg dan bisa terpenuhi dari hasil RPH yang ada di Tulungagung sendiri akan tetapi ketika ditanya lebih lanjut staf tersebut mengatakan bahwa Koran ini supaya konfirmasi langsung ke kepala bidang Kesmavet. Sementara dari data resmi yang di keluarkan Dinas Peternakan Tulungagung terdapat perbedaan seperti tabel “Produksi dan kebutuhan daging sapi di Tulungagung”

Untuk perbandingan data Koran ini mendatangi Bagian SDA SETDA Tulungagung melalui Kasubag Hewani Sigit Irawan yang menurut ya data ini juga di peroleh dari Dinas Peternakan memberikan data kepada Koran ini seperti pada tabel “Data Produksi Daging di Kabupaten Tulungagung Tri bulan I 2013”.

MUI : Dading Gelonggongan Tidak Haram.
Dari data di atas jelas terjadi perbedaan,antara data dari Dinas Peternakan baik dari staf bidang Kesmavet,dan data resmi yang dirilis Dinas Peternakan maupun yang di dapat dari subbag hewani SDA Tulungagung.
Terkait dugaan beredarnya daging sapi Gelonggongan KH. Abu Sofyan Sirojudin,22 Mei 2013 lalu di kantor MUI, mengatakan bahwa daging sapi yang di ” glonggong “ tetap halal dimakan selama disembelih sesuai dengan syariat islam dan air yang digunakan untuk mengglonggong adalah air yang tidak najis maka tidak mempengaruhi daging.Masih menurut Sekretaris MUI pelaku pengGelonggongan d kategorikan sebagai penipu karena telah menambah daging sapi dengan air sehingga mempengaruhi berat asli daging tersebut, lanjut salah satu Kyai sepuh Tulungagung ini. H. Abu Sofyan juga menuturkan untuk mendapatkan berkah apa yang di makan umat islam harus memperhatikan syariat - syariat islam termasuk dalam hal menyembelih hewan yang akan dimakan, hewan harus di perlakukan dengan baik dan tidak di perbolehkan penyiksaan terhadap hewan yang akan di sembelih. Tegas Kyai sepuh
Ketika di tanya Koran ini tindakan apa yang akan di ambil oleh MUI terkait adanya daging sapi hasil Gelonggongan yang beredar di masyarakat Tulungagung H. Abu Sofyan mengatakan MUI belum mengambil tindakan karena belum ada laporan dan informasi yang diterima,MUI akan segera mengambil tindakan bila memang ada laporan dan informasi yang masuk serta akan melakukan langkah aktif dengan melibatkan Dinas terkait dan juga pihak berwenang yang selama ini pasif, ujar sekretaris MUI tersebut.
Sementara itu menurut suara tidak peduli terdengar dari Saidah (38) perempuan yang tinggal di kecamatan Boyolangu mengaku tidak peduli adanya dugaan beredarnya daging sapi Gelonggongan,hal ini wajar sebab petani ini nyaris tidak pernah membeli daging sapi untuk dikonsumsi,tetapi menurut Jamal (42)mengaku sangat was-was,menurut penjual bakso keliling ini sangat kuatir jika dugaan beredarnya daging sapi Gelonggongan,hal ini pasti akan mempengaruhi para penikmat bakso.Senada dengan jamal pedagang soto daging yang mangkal di Jl PB Sudirman kota Tulungagung mengaku juga was-was,tetapi menurut pemilik soto daging di sekitar Stasiun Kereta Api Tulungagung mengaku tidak kuatir,pasalnya pemilik warung soto yang membutuhkan daging sapi 40 kg tiap harinya ini telah memiliki ikatan kerjasama dengan pemasok daging akan mutu daging sapi .
Terlepas pro dan kontra ditengah masyarakat namun dugaan beredarnya daging Gelonggongan perlu mendapat perhatian serius semua pihak,terlebih menjelang perayaan tahunan Idul Fitri yang akan berlangsung Agustus mendatang,hal ini bisa dilihat dari berbagai daerah harga daging mulai naik,Jakarta misalnya harga daging hingga petengahan Juni ini telah mencapai 127 ribu per kilo dari semula dikisaran harga 75 ribu per kilo.Terlebih ditengah galaunya pemerintah yang akan menaikan harga BBM pada pertengahan Juni 2013, belum lagi bila terjadi mengamuknya nilai tukar dollar yang bisa dijadikan alasan mereka untuk berbuat curang.
Sudah banyak sebenarnya peraturan yang mengatur tentang penyembelihan sapi dan juga peredaran daging sapi, antara lain pasal 66 UU 18/2009 tentang pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus di lakukan di RPH dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah Kesmavet dan animal welfare, peraturan Mentan no 13/2010 tentang persyaratan RPH Hewan Ruminansia dan unit penanganan daging (meat cuttingplant), UU NO 6/1967 tentang ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan, UU NO 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, juga peraturan Mentan nomor 555/kpts/Tn. 240/9/1986 tentang syarat syarat RPH dan ijin usaha pemotongan hewan.
Dan bagi para pelaku pengGelonggongan seharusya harus mendapatkan sanksi yang tegas jangan Cuma sebatas teguran karena pelaku jelas telah melanggar UU nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dengan ancaman penjara 15 tahun dan atau denda 300 juta rupiah, ada UU nomor 7 tahun 1996 tentang mengedarkan pangan yang mengandung bahan kotor,busuk,tengik, dan terurai atau bahan yang berasal dari bangkai dengan ancaman penjara 1 tahun atau denda 120 juta rupiah. Serta UU Perlindungan Konsumen nomor 8/1999 dan juga UU no 7 /1996 tentang pangan dengan ancaman kurungan 5 tahun dan denda sebesar 2 miliar rupiah. (mam/gus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar