Namanya
“daging” bagian penting dari tubuh manusia maupun hewan,karena penting
itulah selalu dibutuhkan dan menjadi bahah pembicaraan yang sering pula membawa
korban, bahkan karena daging “secuil” mereka saling membunuh, ada heboh dendeng
terkontaminasi daging celeng,pentol bakso dicampuri daging tikus,bahkan masih
dijaman orde baru heboh daging babi dalam MSG. Akhir-akhir ini masyarakat disuguhi
pemberitaan terkait kasus suap impor daging.Hampir semua media cetak maupun
elektronik menjadikan kasus suap impor daging menjadi topik utama. Kasus yang
saat ini sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermula dari
dugaan uang suap yang di berikan oleh direktur PT Indoguna Utama Juard Efendi
dan Arya Abdi Effendi senilai 1,3 Milyar melalui Ahmad Fathanah kepada mantan
presiden PKS Lutfi Hasan Ishak untuk pengurusan tambahan kuota Impor daging
sapi kepada Menteri Pertanian Suswono yang juga merupakan petinggi PKS. Soal
daging itu juga mengenai hebohnya berita wanita-wanita di sekeliling Ahmad
Fathanah dan Lutfi Hasan Ishak yang jadi komsumsi publik.
Daging
sapi memang selalu menjadi masalah di Negara kita ini, Negara kita yang agraris
dan beriklim tropis mestinya mudah dan cocok untuk pengembangbiakan sapi ternyata
belum mampu mencukupi kebutuhan daging sapi sehingga harus impor dari luar
negeri. Bukan saja masalah harga, daging Gelonggongan juga sering kali didengar
bisa di sebabkan karena memang para pelaku usaha penjagalan yang nakal dan juga
di mungkinkan karena lemahnya pengawasan dari pihak berwenang atau juga
pemerintah melalui dinas terkait seperti yang terjadi di Tulungagung. Dari
hasil investigasi Koran ini di duga kuat praktek nakal penggelonggongan sapi dilakukan
oleh para pelaku usaha jagal sapi nakal yang ada di Tulungagung. Keterangan
yang diperoleh Koran ini melalui sumber terpercaya yang mewanti-wanti agar
namanya tidak dikorankan mengatakan bahwa selama bertahun - tahun dia bekerja
pada beberapa pengusaha jagal sapi yang berbeda ia mengatakan bahwa juragan
yang diikutinya semua melakukan praktek penggelonggongan sebelum sapinya di
sembelih. Seperti pengusaha jagal sekarang tempatnya bekerja yang memiliki
lebih dari tiga kios daging sapi dan memiliki puluhan karyawan ini bahkan punya
karyawan khusus yang di tugaskan untuk mengglonggong sapi sebelum sapi-sapi tersebut
disembelih dan di jual dagingnya.
Menurut
keterangan dari sumber Koran ini sapi-sapi yang akan di potong itu selepas
magrib di gelonggong terlebih dulu dengan cara memakai selang ukuran 1 Dm dari
mesin pompa air, selang di masukkan ke mulut sapi sedalam sampai 1,5 m kemudian
mesin pompa air dihidupkan setelah dirasa cukup kemudian di tunggu beberapa jam,masih
menurutnya kalau air cepat meresap kedalam tubuh sapi,sapi akan di gelonggong
lagi, tapi kalau sapi yang sudah digelonggong itu airnya lama meresap ketubuh
sapi, justru air akan di keluarkan dengan cara menggunakan selang yang sama,
setelah itu sapi di gelonggong lagi.
Selain melakukan pengGelonggongan ditengarai para
pelaku usaha jagal sapi nakal yang tidak menyembelih sapi di Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) yang di wajibkan pemerintah untuk daging sapi yang di jual untuk
komsumsi masyarakat.Mahalnya harga daging sapi di pasaran yang saat ini berada
di kisaran 80-90 ribu rupiah per kilogram jadi alasan pelaku usaha jagal sapi
nakal yang melakukan praktek pengGelonggongan tentunya untuk meraup untung
sebanyak-banyaknya, karena dengan diglonggong berat daging sapi akan bertambah.
Menurut keterangan sumber Koran ini para pelaku usaha jagal sapi melakukan
praktek glonggong salah satunya di karenakan harga sapi yang melambung di
pasaran. Sapi hidup harga di pasaran mencapai 30-35 rupiah/kg, estimasinya
harga sapi 12 juta memiliki bobot sekitar 3,75 kwintal. Sapi hidup jantan
dengan bobot 4 kwintal di sembelih biasanya tidak lebih dari 1,5 kwintal daging
sapi yang di hasilkan.
Selain
adanya praktek penggelonggongan, penelusuran koran ini banyak di temukan kios
daging sapi yang tidak memiliki ijin resmi. Terkait data perijinan usaha jagal
sapi, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Tulungagung melalui surat nomor
503/896/601/2013 mencatat hanya terdapat 31 ijin kios resmi dan 28 ijin usaha
jagal/pemotongan ternak.
Kepala
Dinas Peternakan Tulungagung Drh.Tatik Andayani melalui Kabid Kesmavet Sugiyo dikonfirmasi
mengatakan bahwa semua daging sapi yang di potong dan jual untuk konsumsi
masyarakat harus dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) milik pemerintah
bahkan lanjut Sugiyo hewan yang dipotong untuk hajatan atau korban diperbolehkan
pemotongan di luar RPH milik pemerintah tetapi harus sepengetahuan petugas atau
mantri peternakan, ada 2 RPH yang di miliki pemerintah Kab. Tulungagung yakni
RPH di Desa Ketanon dan RPH yang berada di Desa Kaliwungu Ngunut.Sebelum diedarkan
untuk dijual daging sapi harus melalui 2 pemeriksaan sebelum sapi di potong (antimortem)
dan juga pemeriksaan sesudah sapi dipotong (posmortem). Pemeriksaan antimortem
antara lain meliputi sapi harus sehat,tidak cacat,untuk sapi betina harus
beranak lebih dari 5 kali, pemeriksaan postmortem setelah sapi di potong daging
tidak mengalami perubahan warna,tidak terdapat cacing hati,paru-paru tidak
terkena TBC DLL. Ketika di konfirmasi terkait adanya dugaan pengGelonggongan
sapi dan juga kios daging sapi tak berijin serta adanya pemotongan sapi di luar
RPH yang di lakukan pungusaha jagal sapi Sugiyo mengatakan bahwa tidak ada
pemotongan yang dilakukan di luar RPH, Dinas Peternakan juga sering melakukan
sidak ke pasar untukmemantau daging sapi yang beredar, terang Kabid Kesmavet.
Terkait kuota kebutuhan daging dan produksi daging dari RPH yang ada di
Tulungagung ada perbedaan dari data yang di terima Koran ini, salah satu staf
bidang Kesmavet menjelaskan kebutuhan daging sapi pada 2012 di Tulungagung adalah
19.884 Kg dan bisa terpenuhi dari hasil RPH yang ada di Tulungagung sendiri
akan tetapi ketika ditanya lebih lanjut staf tersebut mengatakan bahwa Koran
ini supaya konfirmasi langsung ke kepala bidang Kesmavet. Sementara dari data
resmi yang di keluarkan Dinas Peternakan Tulungagung terdapat perbedaan seperti
tabel “Produksi dan kebutuhan daging sapi di Tulungagung”
Untuk
perbandingan data Koran ini mendatangi Bagian SDA SETDA Tulungagung melalui
Kasubag Hewani Sigit Irawan yang menurut ya data ini juga di peroleh dari Dinas
Peternakan memberikan data kepada Koran ini seperti pada tabel “Data Produksi
Daging di Kabupaten Tulungagung Tri bulan I 2013”.
MUI : Dading
Gelonggongan Tidak Haram.
Dari
data di atas jelas terjadi perbedaan,antara data dari Dinas Peternakan baik
dari staf bidang Kesmavet,dan data resmi yang dirilis Dinas Peternakan maupun
yang di dapat dari subbag hewani SDA Tulungagung.
Terkait
dugaan beredarnya daging sapi Gelonggongan KH. Abu Sofyan Sirojudin,22 Mei 2013
lalu di kantor MUI, mengatakan bahwa daging sapi yang di ” glonggong “ tetap
halal dimakan selama disembelih sesuai dengan syariat islam dan air yang digunakan
untuk mengglonggong adalah air yang tidak najis maka tidak mempengaruhi daging.Masih
menurut Sekretaris MUI pelaku pengGelonggongan d kategorikan sebagai penipu
karena telah menambah daging sapi dengan air sehingga mempengaruhi berat asli
daging tersebut, lanjut salah satu Kyai sepuh Tulungagung ini. H. Abu Sofyan juga
menuturkan untuk mendapatkan berkah apa yang di makan umat islam harus
memperhatikan syariat - syariat islam termasuk dalam hal menyembelih hewan yang
akan dimakan, hewan harus di perlakukan dengan baik dan tidak di perbolehkan
penyiksaan terhadap hewan yang akan di sembelih. Tegas Kyai sepuh
Ketika
di tanya Koran ini tindakan apa yang akan di ambil oleh MUI terkait adanya
daging sapi hasil Gelonggongan yang beredar di masyarakat Tulungagung H. Abu
Sofyan mengatakan MUI belum mengambil tindakan karena belum ada laporan dan informasi
yang diterima,MUI akan segera mengambil tindakan bila memang ada laporan dan
informasi yang masuk serta akan melakukan langkah aktif dengan melibatkan Dinas
terkait dan juga pihak berwenang yang selama ini pasif, ujar sekretaris MUI
tersebut.
Sementara
itu menurut suara tidak peduli terdengar dari Saidah (38) perempuan yang
tinggal di kecamatan Boyolangu mengaku tidak peduli adanya dugaan beredarnya
daging sapi Gelonggongan,hal ini wajar sebab petani ini nyaris tidak pernah
membeli daging sapi untuk dikonsumsi,tetapi menurut Jamal (42)mengaku sangat
was-was,menurut penjual bakso keliling ini sangat kuatir jika dugaan beredarnya
daging sapi Gelonggongan,hal ini pasti akan mempengaruhi para penikmat bakso.Senada
dengan jamal pedagang soto daging yang mangkal di Jl PB Sudirman kota
Tulungagung mengaku juga was-was,tetapi menurut pemilik soto daging di sekitar
Stasiun Kereta Api Tulungagung mengaku tidak kuatir,pasalnya pemilik warung
soto yang membutuhkan daging sapi 40 kg tiap harinya ini telah memiliki ikatan
kerjasama dengan pemasok daging akan mutu daging sapi .
Terlepas
pro dan kontra ditengah masyarakat namun dugaan beredarnya daging Gelonggongan
perlu mendapat perhatian serius semua pihak,terlebih menjelang perayaan tahunan
Idul Fitri yang akan berlangsung Agustus mendatang,hal ini bisa dilihat dari
berbagai daerah harga daging mulai naik,Jakarta misalnya harga daging hingga
petengahan Juni ini telah mencapai 127 ribu per kilo dari semula dikisaran
harga 75 ribu per kilo.Terlebih ditengah galaunya pemerintah yang akan menaikan
harga BBM pada pertengahan Juni 2013, belum lagi bila terjadi mengamuknya nilai
tukar dollar yang bisa dijadikan alasan mereka untuk berbuat curang.
Sudah
banyak sebenarnya peraturan yang mengatur tentang penyembelihan sapi dan juga
peredaran daging sapi, antara lain pasal 66 UU 18/2009 tentang pemotongan hewan
yang dagingnya diedarkan harus di lakukan di RPH dan mengikuti cara
penyembelihan yang memenuhi kaidah Kesmavet dan animal welfare, peraturan
Mentan no 13/2010 tentang persyaratan RPH Hewan Ruminansia dan unit penanganan
daging (meat cuttingplant), UU NO 6/1967 tentang ketentuan pokok peternakan dan
kesehatan hewan, UU NO 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, juga
peraturan Mentan nomor 555/kpts/Tn. 240/9/1986 tentang syarat syarat RPH dan
ijin usaha pemotongan hewan.
Dan
bagi para pelaku pengGelonggongan seharusya harus mendapatkan sanksi yang tegas
jangan Cuma sebatas teguran karena pelaku jelas telah melanggar UU nomor 23
tahun 1992 tentang kesehatan dengan ancaman penjara 15 tahun dan atau denda 300
juta rupiah, ada UU nomor 7 tahun 1996 tentang mengedarkan pangan yang
mengandung bahan kotor,busuk,tengik, dan terurai atau bahan yang berasal dari
bangkai dengan ancaman penjara 1 tahun atau denda 120 juta rupiah. Serta UU
Perlindungan Konsumen nomor 8/1999 dan juga UU no 7 /1996 tentang pangan dengan
ancaman kurungan 5 tahun dan denda sebesar 2 miliar rupiah. (mam/gus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar